IDI: Urusan Kesehatan juga Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
—
Sunday, July 7, 2019
—
Add Comment
—
Health Info
Persoalan kesehatan tidak hanya menjadi urusan pemerintah pusat saja. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih.
Bahwa pemerintah daerah juga ikut bertanggung jawab atas urusan kesehatan masyarakat di daerahnya masing-masing. Daeng mencontohkan, dalam hal program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS) yang dibesut Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah sebaiknya punya andil membuat langkah jangka panjang.
PDS menggantikan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), yang mana dokter spesialis sekarang bertugas ke pelosok bersifat sukarela.
"Pendayagunaan Dokter Spesialis--yang sebelumnya WKDS--kan bekerja di pelosok itu setahun ya. Jadi, setahun ganti. Saya menangkapnya, program itu bersifat sementara saja untuk pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Untuk memicu pemerintah daerah mengatasi emergency (darurat)," jelas Daeng saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Kantor PB IDI, Jakarta pada Senin (4/11/2019).
"Oleh karena itu, pemerintah daerah harus punya skema jangka panjang terkait kebutuhan dokter di daerahnya. Pemerintah daerah punya otonomi sendiri dalam bidang kesehatan. Tidak boleh hanya mengandalkan program pemicu, seperti PDS dari pemerintah pusat."
Sesuai Peraturan Presiden RI UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 36 ayat 8 tentang kapasitas pemerintah daerah. Bahwa pemerintah daerah punya tanggung jawab menyediakan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan.
Skema Pendistribusian Dokter
Pemerintah daerah, saran Daeng, membuat skema kebijakanyang tetap untuk pendistribusian dokter. Isi skema merekam jumlah dokter dan tenaga kesehatan serta kebutuhan apa saja yang diperlukan.
Pembuatan skema ini bisa dibantu pemerintah pusat dan organisasi profesi IDI. Hal ini demi pemenuhan kebutuhan dokter spesialis.
"IDI juga sudah mendorong dengan adanya pembuatan skema kebijakan distribusi dokter. Harus ada skema itu. Yang buat skema kebijakan siapa? Utamanya adalah pemerintah daerah. Karena harus masing-masing daerah," ujarnya.
"Soal pemerataan dokter spesialis masih urusan pemerintah pusat. Karena apa? Karena kebutuhan di lapangan itu tidak tersedia dokter spesialis, yang mana pasien seharusnya bisa ditangani di tempat akhirnya dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lokasinya jauh. Okelah, kalau transportasinya ada. Kalau enggak ada ya pasien bisa meninggal di jalan."
Program Pendayagunaan Dokter Spesialis, tambah Daeng punya manfaat, tapi untuk kebutuhan mendesak. Untuk jangka panjang, tidak bisa dengan PDS karena program itu tidak menempatkan dokter spesialis seterusnya di fasilitas kesehatan.
Bahwa pemerintah daerah juga ikut bertanggung jawab atas urusan kesehatan masyarakat di daerahnya masing-masing. Daeng mencontohkan, dalam hal program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS) yang dibesut Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah sebaiknya punya andil membuat langkah jangka panjang.
PDS menggantikan program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS), yang mana dokter spesialis sekarang bertugas ke pelosok bersifat sukarela.
"Pendayagunaan Dokter Spesialis--yang sebelumnya WKDS--kan bekerja di pelosok itu setahun ya. Jadi, setahun ganti. Saya menangkapnya, program itu bersifat sementara saja untuk pemenuhan kebutuhan dokter spesialis. Untuk memicu pemerintah daerah mengatasi emergency (darurat)," jelas Daeng saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Kantor PB IDI, Jakarta pada Senin (4/11/2019).
"Oleh karena itu, pemerintah daerah harus punya skema jangka panjang terkait kebutuhan dokter di daerahnya. Pemerintah daerah punya otonomi sendiri dalam bidang kesehatan. Tidak boleh hanya mengandalkan program pemicu, seperti PDS dari pemerintah pusat."
Sesuai Peraturan Presiden RI UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 36 ayat 8 tentang kapasitas pemerintah daerah. Bahwa pemerintah daerah punya tanggung jawab menyediakan aksesibilitas pelayanan dasar kesehatan.
Skema Pendistribusian Dokter
Pemerintah daerah, saran Daeng, membuat skema kebijakanyang tetap untuk pendistribusian dokter. Isi skema merekam jumlah dokter dan tenaga kesehatan serta kebutuhan apa saja yang diperlukan.
Pembuatan skema ini bisa dibantu pemerintah pusat dan organisasi profesi IDI. Hal ini demi pemenuhan kebutuhan dokter spesialis.
"IDI juga sudah mendorong dengan adanya pembuatan skema kebijakan distribusi dokter. Harus ada skema itu. Yang buat skema kebijakan siapa? Utamanya adalah pemerintah daerah. Karena harus masing-masing daerah," ujarnya.
"Soal pemerataan dokter spesialis masih urusan pemerintah pusat. Karena apa? Karena kebutuhan di lapangan itu tidak tersedia dokter spesialis, yang mana pasien seharusnya bisa ditangani di tempat akhirnya dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lokasinya jauh. Okelah, kalau transportasinya ada. Kalau enggak ada ya pasien bisa meninggal di jalan."
Program Pendayagunaan Dokter Spesialis, tambah Daeng punya manfaat, tapi untuk kebutuhan mendesak. Untuk jangka panjang, tidak bisa dengan PDS karena program itu tidak menempatkan dokter spesialis seterusnya di fasilitas kesehatan.
0 Response to "IDI: Urusan Kesehatan juga Tanggung Jawab Pemerintah Daerah"